Lebanon, Berkecamuk Dengan Diri Sendiri

source : unplash/emile

Belum usai penderitaan warga negara Lebanon akibat dihantam krisis ekonomi berat pada awal tahun 2019 hingga sekarang, dimana sempat diperparah dengan penyebaran wabah Covid-19 yang mewabah di hampir seluruh dunia. Lebanon belum lama ini juga harus dihadapkan dengan tuntutan dari warga negaranya sendiri untuk memulangkan pengungsi Suriah ke asalnya, karena dianggap telah merugikan kehidupan ekonomi dan sosial warga negara Lebanon, kehadiran 1,5 Juta pengungsi Suriah di Lebanon dirasa sangat merugikan Lebanon dari segala sisi. Salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Lebanon Razi W El Hage menyampaikan pendapatnya melalui jejaring sosial media “X” mengkritik keras atas upaya yang dilakukan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) untuk memberikan kepada pengungsi sertifikat resmi izin tempat tinggal di Lebanon, hal ini dianggap sudah meremehkan kedaulatan Lebanon. 

Dilansir dari portal berita 961.news terbukti belum lama ini, tentara Lebanon berhasil mencegah 1.500 warga Suriah yang secara ilegal mencoba masuk ke wilayah Lebanon, bahkan pemuka Agama dari sekte Kristen Maronite, Bechara Boutros Rahi mendesak pemimpin politik di Lebanon untuk menyelesaikan masalah internal dan eksternal Lebanon; Korupsi, Loyalitas Eksternal, dan lain-lainya. Bechara Boutros Rahi juga mengkritik Organisasi Internasional, karena sejak kedatangan gelombang pertama pengungsi Suriah saat perang 2011 telah merugikan ekonomi Lebanon sebesar 50$ Miliar, organisasi internasional hanya menyumbang 12$ Miliar untuk membantu menopang ekonomi di Lebanon setelah datangnya migrasi pengungsi Suriah.

Seperti sedang melawan diri sendiri, krisis tidak hanya terjadi di bidang Ekonomi dan Sosial. Krisis Politik telah terjadi pada awal Januari 2019, demo besar-besaran terjadi untuk menentang keputusan kebijakan ekonomi yang diambil oleh Perdana Menteri Lebanon kala itu Sa’ad Hariri. Kemudian pergantian Perdana Menteri Lebanon yang dilakukan juga belum dapat menjawab semua keresahan warga Lebanon dimulai dari Sa’ad Hariri lalu Hassan Diab dan pada akhirnya jabatan Perdana Menteri diberikan kepada Najib Miqati hingga sekarang. 

Perlu diketahui bahwa sistem Pemerintahan Lebanon adalah Sistem Parlementer, dimana Pemilu dilaksanakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat lalu Dewan Perwakilan Rakyat akan memilih Presiden melalui DPR.  Kursi pemerintahan pun dibagi sesuai dengan keberagaman sekte Agama di Lebanon; Ketua DPR dari sekte Islam Syiah, wakilnya dari Kristen Ortodoks Yunani, Perdana Menteri Islam Sunni, wakilnya dari Kristen Ortodoks Yunani, Kepala staf umum Angkatan bersenjata selalu dipimpin Druze dan Presiden dari Kristen Maronite. 

Pemerintahan Lebanon kini  mengalami kekosongan presiden sejak 30 Oktober 2022, setelah Presiden sebelumnya Michael Aoun pensiun dari tugasnya. Setelah itu, alur dan sistem pemerintahan di Lebanon dipegang kendali oleh Perdana Menteri Lebanon; Najib Miqati dalam bahasa Arab disebut حكومة تصريف الأعمال)atau caretaker government. Kekosongan kursi Presiden di Lebanon bahkan diatur dalam Undang-Undang Konstitusi Lebanon No. 18 Pasal 62 yang dikeluarkan pada tanggal 21 September 1990 setelah Konferensi Taif “Apabila jabatan presiden mengalami kekosongan karena alasan apa pun, kekuasaan Presiden Republik akan dipercayakan kepada suatu badan di Dewan Menteri (dalam hal ini Perdana Menteri)” Kewenangan prosedural ini pun diatur dalam Konstitusi Lebanon pasal 17.

Usaha untuk memilih Presiden baru selalu gagal meskipun Lebanon sendiri elah melaksanakan pemilihan parlemen pada tanggal 15 Mei 2023 dan mengesahkan 128 anggota Parlemen dari 718 calon anggota parlemen, karena pada akhirnya parlemen Lebanon masih saja tidak dapat memilih Presiden melalui sidang pemilihan ke 12 kalinya, Perbedaan ideologi dan visi misi yang berakar dari keberagaman sekte agama, membuat sidang pemilihan Presiden Lebanon selalu mengalami deadlock. Seperti air sungai yang mengalir dari hulu ke hilir, krisis majemuk di Lebanon; ekonomi, politik, dan sosial sudah menjadi kebiasaan warga Lebanon, suka atau tidak suka  mau atau tidak mau. Warga Lebanon dituntut untuk dapat bertahan hidup berdampingan dengan krisis-krisis tersebut.

Sabtu, 7 Oktober 2023 dunia Internasional dibuat terkejut atas serangan mendadak yang dilancarkan kelompok Hamas terhadap wilayah fasilitas militer Israel dapat dikuasai oleh Hamas, dimana secara tidak langsung, serangan mendadak ini membuat semangat tanah juang warga Arab berapi-api dan mendukung apa yang dilakukan Hamas, begitu juga dengan warga Lebanon, demo besar-besar mendukung kemerdekaan Palestina terjadi di beberapa titik penting wilayah Lebanontidak peduli dari budaya, sekte dan agama apa.

Keberagaman sekte agama di Lebanon tak lepas dari keberadaan partainya dalam kancah politik dalam dan luar negeri, “حزب الله” (HezboAllah), partai dengan ideologi Wilayat Al Faqih yang berakar dari sekte agama Syiah, hadir dan terbentuk setelah revolusi Iran pada tahun 1979. Beberapa pendapat menyatakan bahwa Hezbollah adalah partai politik seperti pada umumnya, dan sebagian lagi berpendapat Hezbollah adalah kelompok militan berkedok partai politik nasional.

Tidak lama setelah Hamas melepaskan serangannya ke Israel, Hezbollah dengan koleksi artilerinya pun mengambil langkah kongkrit untuk membantu perlawanan Hamas, pada tanggal 8 Oktober 2023, Hezbollah melancarkan serangan artileri ke wilayah jajahan Israel bagian utara. Tidak hanya sebagai bentuk solidaritas terhadap Hamas, konflik yang berakar dari upaya penjajahan Israel terhadap wilayah Lebanon Selatan (Sheeba District) serta pembantaian pengungsi Palestina di Lebanon dan bahkan warga Lebanon sendiri pada 16-18 September 1982 yang pada akhirnya menumbuhkan rasa semangat juang Hezbollah. Sampai tulisan ini dibuat, Hezbollah beserta pasukannya masih melancarkan serangan masif ke wilayah jajahan Israel dimana tercatat sudah 42 anggota partainya terbunuh akibat serangan Israel. 

Pemerintah Lebanon sendiri bersiteguh untuk meredam dan mencegah kemungkinan buruk yang mungkin terjadi, dilansir dari laman berita L’Orient Today, saat diwawancarai koresponden di The Grand Serail – Gedung Parlemen Lebanon – Kepala Pemerintahan caretaker Lebanon Najib Mikati menyatakan bahwa pemerintah Lebanon tetap berupaya menghentikan serangan Israel terhadap rakyat Gaza dan mencegah penyebarannya masuk ke wilayah Lebanon, serta tetap berusaha untuk melindungi kedaulatan wilayah Lebanon. Pemerintah Lebanon juga telah mengantisipasi melalui kementerian terkait untuk menunda dan bahkan menghentikan sementara mobilitas perkantoran dan kegiatan belajar mengajar di selatan Lebanon, dimana wilayah selatan Lebanon berbatasan langsung dengan wilayah jajahan Israel dan menjadi tempat Hezbollah dan tentara Israel melancarkan serangannya. 

Selasa 24 Oktober 2023, Kepala pemerintahan Lebanon bersama Panglima Angkatan Darat Lebanon; Jenderal Joseph Aoun, mengunjungi komandan tertinggi UNIFIL; Jenderal Aroldo Lazaro Saenz di Naqoura selatan Lebanon. Hasil dari pertemuan ini, Najib Mikati menghimbau bahwa Lebanon tetap berpegang teguh pada UN Resolution 1701 Of Disarming Non-State Groups, berisikan tentang pelarangan pengoperasian milisi dan penggunaan senjata untuk beroperasi di wilayah Lebanon selain otoritas keamanan resmi Lebanon, resolusi ini pun hadir sebagai solusi atas perang antara Lebanon dan Israel 2006. Resolusi ini seakan hanya seperti kertas putih berisikan tinta hitam yang digunakan sebagai pelengkap dokumen administratif. Kecolongan masih selalu dirasakan Lebanon, dimana Hezbollah masih dapat melancarkan serangannya, pun begitu juga dengan Israel.

Dilansir dari lembaga survei “Statistics Lebanon”, Sebuah survei bertujuan untuk melihat respon warga Lebanon terhadap keikutsertaan Hezbollah pada perang Hamas ke Israel, survei yang  telah dilaksanakan pada kurun waktu 13 sampai 17 Oktober menunjukkan hasil bahwa 69.5% responden setuju, jika Hezbollah ingin berpartisipasi dalam perang Hamas-Israel, mereka harus melakukannya di luar wilayah Lebanon. 

Di tengah krisis majemuk yang dirasakan Lebanon dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, Lebanon dituntut untuk tetap menjaga kestabilan wilayahnya dari dampak-dampak negatif yang mungkin terjadi dari dalam dan luar negeri atau dengan kata lain mempertahankan nilai Kedaulatan negara. Mengutip pemikiran Joean Bodin dalam karya tulisnya The Six Books of the Commonwealth / Les Six Livres de la République bahwa kedaulatan adalah kekuatan tidak terbatas dan tidak terbagi kepada siapapun, dan negara adalah satu-satunya entitas yang memiliki hak untuk membuat hukum, mengambil keputusan, dan menjalankan kebijakan di wilayahnya.

Dalam pandangan Bodin, kedaulatan adalah konsep yang sangat sentral dalam menjaga stabilitas dan keberlangsungan suatu negara. Kedaulatan negara harus terletak di tangan penguasa atau lembaga yang tidak terbatas, yang tidak tunduk pada otoritas eksternal atau internal yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, kedaulatan negara memiliki hak untuk membuat hukum dan mengatur urusan dalam wilayahnya tanpa campur tangan eksternal. 

Beberapa hari sebelum kunjungan Najib Mikati ke wilayah selatan Lebanon, tepatnya pada 13 Oktober 2023 stasiun telekomunikasi Lebanon Al­-Jadeed berkesempatan mewawancarai Najib Mikati, wawancara ini disiarkan di seluruh wilayah Lebanon. Pada kesempatan tersebut, Najib Mikati sebagai Kepala Pemerintahan caretaker Lebanon menyampaikan bahwa aksi Hezbollah yang terjadi di wilayah selatan bukan menjadi keputusannya secara pribadi, karena tugas utamanya adalah tetap mengedepankan perlindungan warga Lebanon. Bahkan dalam kesempatan tersebut Najib Mikati merasa tersinggung dengan pertanyaan yang diajukan, karena seharusnya koresponden Al Jadeed mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. 

Seperti melempar bumerang kepada diri sendiri, Najib Mikati dinilai blunder dengan pernyataannya dalam wawancara tersebut, sebagai seorang Kepala Pemerintahan caretaker Lebanon, Najib Mikati tidak menunjukkan eksistensinya sebagai Kepala Pemerintahan, secara tidak langsung menyatakan bahwa nilai kedaulatan Lebanon dapat dimainkan oleh beberapa pihak. 

Lebanon yang sudah merdeka pada 22 November 1943 dan lepas dari mandat Prancis, setelah 23 tahun lamanya dimana mandat tersebut merupakan hasil perjanjian Sykes-picot, sudah sewajarnya dapat mempertahankan dan menstabilkan wilayah kedaulatannya. Perbedaan suku, budaya, sekte, dan agama bukan menjadi penghalang bagi nilai kedaulatan, yang seharusnya nilai perbedaan dapat menjadi unsur pendorong dalam mengokohkan wilayah kedaulatan Lebanon, bukan malah sebaliknya. Seperti nilai kebangsaan yang tertanam di lagu kebangsaan Lebanon. 

كُلُّنَا لِلْوَطَنْ لِلْعُلٰى لِلْعَلَمْ

كُلُّنَا لِلْوَطَنْ

All of us for the homeland, for excellence, for the flag

All of us for the homeland.

oleh :
Muhammad Dani SM Rabbani
Mahasiswa Jinan University Tripoli Lebanon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *