Siasat Politik Ekonomi Zionis Di Balik Konflik Palestina

Orang berpikir konflik Palestina – Israel hanyalah sengketa tanah antara warga Palestina dan Zionis Israel. Perang panjang keduanya sudah terjadi sejak beberapa dekade ke belakang, dan ini bukan hanya persoalan agama dan klaim sepihak Israel terhadap tanah Palestina. Lihat ada berapa banyak Yahudi dan rabi Yahudi yang memilih hidup damai dengan orang Palestina, tidak seperti Zionis Israel yang memilih untuk mencuri dan merampas. Karena notabenya semua pembantaian ini adalah rencana politik dan strategi ekonomi yang kini sedang dimainkan oleh Israel dan sekutunya.

Beberapa minggu sebelum konflik 7 Oktober meletus, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melawat ke Majelis Umum PBB dan menunjukkan sebuah peta yang mengatakan rencananya untuk Timur Tengah yang baru. Netanyahu menggaris lurus peta itu dengan spidol merah yang menunjukkan garis koridor ekonomi yang membentang dari India, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Yordania, Israel dan akhirnya menuju ke benua Eropa. Sebuah rencana masa depan Israel untuk menjadi raksasa ekonomi di kawasan Timur Tengah.

Kita melihat beberapa tahun terakhir Amerika Serikat sudah mulai kehilangan kendali atas Timur Tengah, pengaruh mereka sudah mulai memudar. Penyusutan relevansi dolar Amerika yang disebabkan gebrakan Rusia, Tiongkok, dan teman-temannya BRICS, yang namanya kini semakin akrab di telinga kita. BRICS kini mencoba membangun rute perdagangan yang mereka sebut Jalur Sutera modern baru. Ingat, Jalur Sutera sendiri adalah jalur perdagangan kuno yang penting dalam sejarah umat manusia yang membentang dari ujung timur benua Asia sampai bagian barat benua Eropa. Orang-orang Tiongkok ingin menghidupkan kembali Jalur Sutera yang dulu membentang dari Timur Asia hingga Barat Mediterania. Ini akan menjadi masa depan perdagangan ekonomi dan politik dunia. Kemudian yang dinginkan oleh Israel dan Amerika kawasan Timur Tengah, mereka ingin membuat tandingan Jalur Sutera modern yang kini diinisiasi oleh Rusia, Tiongkok dan teman-temannya di BRICS.

Di Timur Tengah Irak dan Iran kini telah menyepakati kerja sama pembangunan jalur kereta api. Suriah di bawah komando Bashar yang telah satu dekade diisolasi oleh barat, baru-baru ini menyambangi Tiongkok yang merupakan negara dengan perekonomian dunia terbesar saat ini. Tiongkok dan Suriah menyepakati kemitraan strategis yaitu pembangunan rel kereta api di Jalur Sutera baru menuju pelabuhan di LatakiaSuriah.

Politik Timur Tengah tak lepas dari topik gas dan minyak. Ketika Amerika Serikat memulai Revolusi Maidanatau dikenal dengan Revolusi Ukraina pada 2014, itu bukan hanya tentang ekspansi NATO dan pengepungan teradap Rusia. Tapi ini tentang bagaimana Amerika Serikat ingin mengepung, mengendalikan, dan memutus pasokan gas Rusia ke Eropa. Rusia adalah negara dengan cadangan gas alam terbesar di dunia. Mengontrol Ukraina maka dengan mudah mengontrol jaringan pipa yang menghubungkan Rusia dan Eropa. Di Amerika dalam beberapa dekade terakhir kedua faksi politik besar disana sama-sama kompak mengatakan di depan publik bahwa mereka tidak menginginkan Nord Stream – jaringan pipa pasokan gas Rusia menuju Eropa.Amerika selalu mengiming imingi warga Eropa bahwa ada jaringan pipa yang lain, sudah saatnya menggunakan platform energi yang ada di Amerika Utara.

Tak lama setelah itu Nord Stream diledakkan, dan ini merupakan serangan terorisme terbesar terhadap infrastruktur Eropa di abad modern. Hanya ada tiga negara yang mampu melakukan ini. Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat. Rusia dan Inggris kemungkinan besar sangat tidak mungkin melakukan hal yang merugikan diri mereka sendiri. Itu jelas adalah campur tangan Amerika Serikat. Lihat juga bagaimana Amerika serikat memainkan kebijakan luar negerinya, Iran adalah negara kedua dengan cadangan gas terbesar setelah Rusia. Iran menandatangani perjanjian nuklir pada 2015 dan 2016, agar posisi Iran dapat melakukan transaksi gas alam mereka. Namun kita tahu semua kesepakatan internasional yang ada di dunia ini selalu ada Amerika di dalamnya. Pada akhirnya Iran dilarang menjual minyak dan gasnya ke Eropa. Jadi dua negara dengan cadangan gas alam terbesar di dunia Rusia dan Iran tidak memiliki tempat untuk menjual gas alamnya ke Eropa. Dari sinilah Israel mengajukan diri sebagai solusi kekurangan gas di benua biru Eropa.                                                                                                                                                                   

Ada ladang gas besar yang baru ditemukan di tahun 2010. Ladang gas ini ada di cekungan daerah Levant laut Mediterania, tepatnya di lepas pantai Palestina, Lebanon, dan Suriah. Di tahun yang sama juga Suriah menolak tawaran cadangan gasnya dan menolak pemasangan jalur pipa untuk proyek di Qatar. Dan sangat kebetulan di tahun berikutnya perang pecah di Suriah. Amerika, Israel, dan Qatar disebut sebagai pihak yang mendanai perang itu, guna menggulingkan pemerintah di Damaskus yang menghalangi proyek barat. Saat ini Amerika Serikat menguasai sepertiga wilayah Suriah, menguasai seluruh ladang minyak di Suriah, dan Israel sebagai partner terus menerus mengebom pelabuhan paling penting di Suriah, Latakia. Komplotan barat ini memotong semua pendapatan minyak, menghancurkan, dan melumpuhkan aktivitas maritim Suriah seperti perdagangan dan eksplorasi gas. Di tahun 2020 salah satu pelabuhan terbesar di Levant, pelabuhan Beirut secara misterius juga meledak.

Dari banyak permasalahan ini, Israel mengusulkan diri sebagai solusi kekurangan gas di Eropa. Dengan sigap membangun FPSO – pabrik minyak terapung di laut – dan mencoba menyegel gas dari ladang gas Karish di Lebanon. Hal ini memicu sengketa perbatasan maritim yang besar. Membuat Israel memohon ke Amerika Serikat untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomatis. Hizbullah sebagai faksi militan Lebanon yang berbatasan dengan Israel mengatakan bahwa jika Israel mencuri satu inci kubik gas dari Lebanon, rudal akan langsung ditembakkan ke pabrik dan kapal gas minyak Israel.

Hal ini juga terjadi di Gaza, wilayah ini juga memiliki ladang gas yang belum dijelajahi. Gaza sendiri merupakan kamp yang terkonsentrasi oleh Israel dan Mesir, ada blokade maritim yang diterapkan di wilayah ini sejak tahun 2007. Bahkan untuk menangkap ikan di wilayah laut Gaza sulitnya minta ampun, apalagi mengekstraksi gas. Sekarang di kawasan Levant, pelabuhan yang benar-benar berfungi dengan baik hanyalah pelabuhan Haifa yang saat ini di bawah kendali Israel. Israel dan Amerika sudah berhasil menghancurkan stabilitas dan fasilitas ekonomi di negara sekitarnya, mematikan persaingan. Hal ini menjadikan Israel satu-satunya di kawasan yang leluasa melakukan eksplorasi dan jual beli minyak dan gas. Namun permasalahan Israel sekarang adalah stabilitas keamanan di kawasan. Eksistensi Palestina adalah masalah bagi mereka, masalah Israel dan Palestina harus diselesaikan guna menjadikan Israel sebagai pemain utama ekonomi di kawasan Timur Tengah. Dan kekejaman yang kita lihat sekarang adalah bagian rencana Israel untuk menjalankan siasat politik ekonominya.

Ketika Netanyahu muncul di PBB memaparkan rencana briliannya dan normalisasi hubungan Israel – Saudi sudah di depan mata. Orang Israel berpikir mereka sudah mendapatkan restu untuk meratakan Palestina. Kita lihat berapa banyak eskalasi antara Gaza – Israel beberapa tahun ke belakang, tidak ada yang semasif ini. Inilah alasannya, Israel berpikir inilah waktunya. Membabi buta Palestina tanpa melihat status warganya, Israel juga memberi ultimatum warga Gaza untuk pergi ke utara dengan tujuan mereka segera pergi ke padang pasir Sinai dan mendorong warga di Tepi Barat untuk pergi ke Yordania. Jelas ini genosida dan pembersihan etnis, tidak diragukan lagi.

Apa yang dilakukan Hamas terhadap Israel dan bentuk perlawanan terhadap apa yang telah dilakukan Israel selama puluhan tahun. Ketika normalisasi Israel -Saudi yang sudah di depan mata, ini sama seperti  harapan Palestina yang akan menghilang di depan mata. 

Semua ini adalah implikasi ekonomi dan geopolitik. Baik itu poros perlawanan dan negara-negara selatan yang sedang mengusir Israel dan kaki Amerika di Timur Tengah, atau Israel dan Amerika yang akan terus membuat masalah di kawasan ini dengan menghambat pembuatan Jalur Sutera baru, penjarahan minyak Suriah dan blokade ekonomi untuk Iran dan Rusia. Momen ini bukan hanya penentu bagi Palestina, karena pihak yang menang dan berhasil akan menentukan peta baru dunia di masa mendatang.

oleh : 

Irfan Afendi
Mahasiswa Magister Sejarah dan Pemikiran Islam
Daawa University Beirut Lebanon

*Artikel ini telah diterbitkan di halaman PENA Kalteng Pos pada 19 November 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *