Lebanon Dalam Kata

Sebagai satu-satunya negara bangsa Arab di Timur Tengah yang selalu memiliki presiden Kristen, Lebanon juga kerap disebut ruang bernapas pluralisme. Terletak di sebelah timur Laut Mediterania dan diakui sebagai negara berdaulat sejak 1943 dengan Beirut sebagai ibu kotanya. Terlepas dari itu, Lebanon adalah ikon peradaban yang sudah berumur tujuh ribu tahun lebih, rumah bagi para bangsa Fenisia yang terkenal akan budaya dan keahliannya dalam bidang maritim.

Berawal dari wilayah pesisir pelabuhan bangsa Fenisia di Mediterania yang dikenal sebagai pemukiman tertua di dunia – Tyre, Sidon, dan Byblos yang pada eranya adalah pusat perdagangan dunia. Beberapa abad kemudian Beirut berhasil mengambil alih tugas kota-kota pelabuhan di kawasan Lebanon, menjadi pintu gerbang masuknya segala sesuatu dari Eropa menuju kawasan arab pada jaman Ottoman—termasuk agama, budaya, dan pencampuran ras. Pada abad 17-an, kawasan yang kini kita sebut Lebanon dikuasai seorang pangeran Druze, yang sempat diasingkan khalifah ke Italia, dan ikut menyaksikan perkembangan Renaisans bangsa eropa. Kepulangannya ke Lebanon dan kembali berkuasa membawa sekaligus revolusi budaya dan intelektual tersebut. Selain mengenalkan mesin percetakan pertama di Timur Tengah, ia juga mendukung para Jesuit Katolik membuka sekolah di seantero negeri. Ini adalah salah satu faktor yang mendasari kuatnya pondasi Kristiani di Lebanon hingga kini.

Dalam budaya Arab, Lebanon memiliki banyak karakteristik tersendiri dan memiliki atribut khusus  ketimbang tetangga-tetangga arabnya. Terlepas dari sumber daya alamnya yang sedikit, Lebanon adalah salah satu negara di kawasan Mediterania yang memiliki tingkat melek huruf yang tinggi hingga menjadikan pusat komersial dan budaya yang kuat di Timur Tengah. Di era kejayaannya Lebanon dengan ibu kotanya Beirut diberikan berbagai julukan seperti Parisnya Timur Tengah yang melambangkan kuatnya budaya Eropa dari segi kehidupan, struktur sosial, dan budaya. Dan Swissnya Timur Tengah yang melambangkan status Ibu kota Lebanon Beirut sebagai pusat Bank dan perdagangan.

Tidak seperti kawasan arab lainnya yang didominasi oleh daerah padang pasir, geografi fisik Lebanon sangat kompleks dan beragam. Lebanon memiliki empat wilayah fisiografi yang bisa dibedakan dengan mudah, yaitu pesisir pantai yang sempit sepanjang di sepanjang laut Mediterania, Pegunungan Lebanon (Jabal Lubnaan), Lembah Biqa’, dan Pegunungan Timur Lebanon di Hermon yang membentang paralel dengan Pegunungan Lebanon.

Sebagian besar penduduk Lebanon tinggal di daerah perkotaan dataran pesisir pantai. Kawasan utara relatif lebih makmur dan memiliki arsitektur yang lumayan modern, berbeda dengan kawasan selatan yang pada umumnya tidak seperti kawasan utara. Tanah pertanian di selatan kurang subur mungkin karena kedekatannya dengan Israel, mengalami dislokasi, invasi, dan kekacauan sejak awal perang saudara yang terjadi di Lebanon hingga perang kedua pada tahun 2006. Sebelum perang saudara kawasan pemukiman terdiri dari beberapa kelompok agama yang berbeda, hidup dalam harmoni, menciptakan gaya hidup bebas yang terlepas dari identitas agama. Pasca perang kawasan pemukiman ditata ulang kembali, sepanjang pantai utara Beirut mayoritas menjadi basis kelompok Kristen dan kawasan selatan dan timur Beirut menjadi basis milik kelompok muslim. Terlepas dari itu Lebanon tetap tidak bisa melepaskan hegemoni pluralisme negaranya.

Lebanon memiliki masyarakat heterogen yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, agama, dan kekerabatan. Secara etnis, Lebanon terkolaborasi dari campuran bangsa Fenisia, Arab, Armenia, dan Yunani. Dalam kelompok tersebut Armenia merupakan kelompok minoritas. Meskipun sebagai minoritas, kadang bahasa Armenia juga sering terdengar di luar bahasa Arab, Perancis, dan Inggris sebagai bahasa resmi negara. Dalam pagelaran ritual yang biasa diselenggarakan oleh beberapa Gereja Maronite juga menggunakan bahasa Suryani.

Agama-agama di Lebanon adalah struktur sosial yang paling menarik, sejak abad ketujuh Lebanon adalah tempat perlindungan bagi kelompok Muslim dan Kristen yang teraniaya. Karena wilayah terdekompresi oleh berbagai etnis dengan agama yang berbeda-beda maka berujunglah pada sebuah resolusi yang dinamai dengan National Pact,kesepakatan ini tidak tertulis, namun dipahami, disepakati, dan dipegang teguh secara serius oleh seluruh lapisan masyarakat. Isinya, kesepakatan pemberian kursi presiden pada partai dari agama Kristen Maronite; perdana menteri untuk partai dari Islam Sunni; ketua parlemen untuk partai Islam Syiah; staf umum militer untuk partai Druze; dalam kesepakatan juga termasuk kerelaan partai Muslim melepaskan mimpi persatuannya dengan Suriah, dan penerimaan partai Kristen atas identitas Lebanon sebagai negara bangsa Arab. Dalam konstitusi yang lahir setelahnya, tercatat bahwa Lebanon dibentuk dengan persatuan 18 sekte (12 sekte Kristen, empat Muslim, Druze, dan Yahudi). Dari sini, jatah pembagian 128 kursi parlemen dibagi antara kubu Kristen dan Islam dengan perbandingan 6:5. Menjadikan identitas Lebanon sebagai negara dengan pembagian kekuasaan berdasarkan kelompok agama.

Kesepakatan ini mengukuhkan citra Lebanon sebagai negara yang plural dan toleran. Tak butuh waktu lama, Lebanon mentransformasikan dirinya sebagai ikon utama pluralisme di Timur Tengah. Kiblat liberalisme dunia Arab dan pelarian bagi warga tetangga yang terlalu banyak mendapat tekanan dan  aturan di negara asalnya. Dibalik semua keberagaman itu semua Lebanon di era kejayaannya memiliki kekuatan ekonomi yang sangat stabil, menjadikan Lebanon tempat yang menjanjikan untuk mengadu nasib bagi siapa pun.

Sebelum perang saudara melanda, Lebanon adalah pusat ekonomi yang bebas mulai dari pariwisata, perbankan, perdagangan, dan pertanian merupakan motor utama yang menopang kekuatan stabilitas keuangan selama dekade 50-an dan 60-an, hingga dikenalnya Lebanon sebagai Swiss of The East. Ibu kotanya Beirut dengan segala keanggunan dan kebebasannya menarik begitu banyak wisatawan sehingga dikenal sebagai Paris of Middle East.

Beirut Central District yang lebih dikenal dengan Downtown Beirut adalah kawasan yang berumur ribuan tahun dihiasi dengan infrastruktur gaya modern bergaya Eropa, berdiri di antara reruntuhan peninggalan sejarah dari Romawi hingga Ottoman.  Adalah jantung kota Beirut dan pusat nafas pluralisme Lebanon yang sebenarnya. Namun perang panjang yang melanda Lebanon berimbas kepada hancurnya kawasan ini, memaksa rekonstruksi besar-besar harus dilakukan demi menghidupkan kembali status budaya dan ekonomi di kawasan ini. Pasca perang saudara yang terjadi pemerintah menggalakkan mega proyek untuk merekonstruksi wilayah ibu kota. Rencana yang diinisiasi oleh mendiang Rafiq Hariri ini berhasil membangkitkan sektor bisnis dan komersial yang terintegrasi, berhasil mengangkat keterpurukan Lebanon setelah perang panjang yang terjadi. 

oleh : Irfan Afendi – Mahasiswa s1 Daawa University Beirut