Bincang Hangat PPI Lebanon bersama Ketua Umum PP Muhammadiyah

Di awal musim gugur yang sedang berlangsung di Lebanon, Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr. H. Haedar Nashir, M.Si menyempatkan diri untuk bersilaturrahmi kepada kolega seperjuangannya yaitu Bapak Hajriyanto Y. Thohari selaku Duta Besar RI untuk Lebanon. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Haedar Nashir – kami menyapa beliau – bahwa beliau memang ingin menyempatkan diri berkunjung ke Beirut selepas acara diskusi agama yang beliau diikuti beberapa hari sebelumnya di kota Madrid, Spanyol.

Kedatangan beliau tentu mendapat antusias yang sangat tinggi dari para mahasiswa. Sebenarnya tidak ada agenda khusus dari bapak Haedar Nashir untuk bertemu WNI yang ada di Lebanon, namun hal itu tidak mengendurkan gejolak semangat yang ingin berjumpa dan meminta setidaknya sedikit motivasi dari orang nomer satu ormas Muhammadiyah di Indonesia.

Esoknya pada kamis pagi Ketua Umum PP Muhammadiyah ditemani oleh Duta Besar RI untuk  Lebanon menyempatkan diri untuk bertemu mahasiswa yang dihadiri oleh Badan Pengurus Harian PPI Lebanon.

Pada pertemuan informal ini Bapak Haedar Nashir sangat mengapresiasi kehadiran organsasi mahasiswa di negeri orang seperti Lebanon ini. Keberadaan PPI adalah duta dan representasi wajah Indonesia di dunia. Apa yang dilakukan oleh mahasiswa PPI itulah yang akan menjadi salah satu nilai bagi Indonesia di mata dunia. Dalam obrolan santai tersebut Bapak Haedar Nashir menyampaikan tiga point penting yang harus dipahami dan diaplikasikan oleh mahasiswa manapun terkhususnya di Lebanon. Penguasaan Ilmu, Moderat dan Modern, dan Ukhuwah.

Penguasaan Ilmu adalah tugas pokok para mahasiswa. Kini para mahasiswa diminta untuk memperkaya khazanah keilmuan secara mendalam, luas, dan progresif. Mahasiswa yang berdiaspora tidak boleh tanggung dalam menggali ilmu di negeri orang. Mahasiswa wajib memiliki kemampuan khusus untuk terjun di masyarakat. Jangan berharap ketika pulang ke Indonesia nanti akan disiapkan karpet untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan. Sama sekali tidak, kita lah para mahasiswa – apalagi mahasiswa luar negeri – yang akan memberikan lapangan untuk masyarakat indonesia.

Para mahasiswa juga harus bisa mengubah pola pikir masyarakat kita dalam hal menghargai dan mengubah culture buruk yang sudah mendarah daging di masyarakat kita. Apabila kita kita ingin maju seperti Cina, Korea, dan Jepang masyarakat harus bisa menghargai karya putera bangsa, bukan mencaci apalagi menghina. Ketua Umum PP Muhammadiyah menyinggung prestasi mantan Presiden RI Ke-3 B.J. Habibie yang menurutnya telah memberikan sumbangsih yang besar bagi Indonesia namun tidak mendapatkan dukungan dari negaranya sendiri, Habibie baru dikenang dan dihargai oleh negara ketika ia baru benar-benar pergi meninggalkan kita semua. Culture seperti inilah yang harus diubah, dan mahasiswa harus menjadi tongkat utama dalam mengatasi permasalahan seperti ini.

Moderat dan Modern. Inilah jargon yang sering bapak Haedar Nashir ucapkan. Menurut beliau moderat adalah culture wajah Islam Indonesia yang sesungguhnya. Islam di Indonesia harus selalu berada di tengah, tidak boleh ke kiri yang cenderung separatis dan ke kanan yang cenderung sekularis. Ditambah kemoderatan Islam di Indonesia juga harus di-explore dan dibarengi sikap positif, bukan moderat yang suka hantam sana sini semaunya apalagi memberi label terhadap suatu golongan tertentu. Tidak perlu lagi membentuk golongan kanan atau kiri, jika memang sudah telanjur demikian, maka tugas kaum yang berada di tengah lah yang nantinya akan mengajak dan menengahi dua golongan yang berseberangan ini.

Selain memiliki sifat moderat, umat Islam di Indonesia juga harus modern. Tidak hanya pandai berbicara agama, melainkan juga harus paham dengan zaman yang semakin progresif.

Ukhuwah adalah dasar terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara yang dilahirkan oleh berbagai golongan masyarakat, maka untuk menjaga tali persatuan antar umat berbangsa setiap unsur masyarakat – terkhusus mahasiswa – harus bisa lintas batas. Maksudnya orang-orang harus bisa saling menghormati, contoh jika ada orang Muhammadiyah yang berafiliasi dengan NU itu harus dihormati dan tak perlu sensitif.

Sebagai contoh bapak Haedar Nashir menceritakan pengalamannya ketika ia mengisi acara di salah satu organisasi PPI, beliau diminta oleh panitia untuk tidak menyinggung pembicaraan tentang NU atau Muhammadiyah. “Loh kok gak boleh ? NU dan Muhammadiyah kan organisasi yang tidak ilegal ! kok malah dilarang ?” sontak bapak Haedar Nashir kepada panitia acara tersebut.

Ukhuwah kedepan harus lintas batas, apalagi ketika kita mendapat bagian di pemerintahan. “Jangan sampai ketidaksukaan kita dengan orang lain membuat kita berbuat tidak adil”  konsep seperti inilah yang harus benar dipraktekkan umat Islam jika ingin menjaga persatuan.  Bapak Haedar Nashir mengatakan mungkin masih ada dari beberapa koleganya ataupun orang lain yang masih sangat kental dan tidak bisa lepas dari background-nya, itu cukup dimaklumi karena mereka hanya terbawa suasana, sebutnya. Tiga point ini ditutup dengan peringatan dari beliau, “jangan sampai Indonesia hancur terpecah belah karena dirinya sendiri, jangan sampai !”

Di sela-sela obrolan yang semakin hangat salah satu anggota PPI Lebanon Alif Fitrah menanggapi apa yang disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, bahwa sudah menjadi hal biasa bagi mahasiswa Indonesia di Lebanon hidup dalam pluralitas agama dan sosial yang sangat kompleks. Mahasiswa tidak kaget melihat perbedaan yang terjadi, justru dari perbedaan inilah mahasiswa belajar bagaimana tali ukhuwah tetap harus terikat seperti yang disampaikan oleh bapak Haedar Nashir.

Obrolan pagi hari itu melebar sangat luas, Umar Al Attas selaku ketua PPI Lebanon menyampaikan wajah PPI dunia melalui kaca mata Sosial Budaya kepada bapak Haedar Nashir. Kemudian tidak terasa bahwa obrolan telah berpindah tema membahas perbankan syariah, hingga akhirnya obrolan itu ditutup dengan foto bersama antara mahasiswa dan bapak Haedar Nashir.

Oleh:

Irfan Afendi; Studi Islam dan Sastra Arab, Daawa University, Beirut

Ig: @ppi_lebanon @irfaanafendii

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *