Masjid Muhammad al-Amin: Simbol Baru Islam di Lebanon

Pugaran batu yellow orche yang membentuk arsitektur bergaya Ottoman dengan tambahan kubah biru cerah yang memberikan kemegahan di bawah sinar matahari. Dibanding gereja dan peniggalan Romawi sampai nuansa elit Eropa yang mengelilinginya, Masjid Muhammad al-Amin terbilang cukup muda. Baru sekitar satu dekade kebelakang ia telah memperkaya Beirut dengan kualitas estetika, agama, budaya, dan nasionalisme.

Beirut memang akan selalu merasa bangga di tanah negeri timur, dari generasi Phonecia, Hellenistik, Romawi, Ottoman, hingga pendudukan Perancis yang mengubah wajah Beirut  menjadi Paris of Middle East. Menjadi saksi nyata dalam pergantian zaman dan generasi peradaban tentu membuat Beirut dipenuhi peninggalan – peninggalan kuno. Namun di antara monumen awal abad 21, Masjid Muhammad al-Amin sebagai buah tangan arsitektur religius telah menjadi ikon utama di antara keanekaragaman bangunan ibu kota. Ia juga berdampingan dengan makam mantan Perdana Menteri Rafiq Hariri sebagai pendiri masjid dan rekan-rekan martir nasionalnya.

Berawal ketika Beirut berstatus daerah kekuasaan Kesultanan Ottoman pada akhir abad 19, kesultanan memberikan hadiah sebidang tanah kepada warga Beirut untuk sebuah majelis yang sering disebut dengan nama zawiya. Majelis ini digunakan untuk keperluan religius umat muslim di Lebanon khususnya Beirut. Penamaan zawiya diambil nama majelis yang dibawa oleh Syekh Abu Nasr al-Yafi,  orang Beirut kepercayaan sultan Ottoman. Petengahan abad 20, dibentuk asosiasi pendidikan Muhammad al-Amin yang bertujuan mengubah fungsi zawiya menjadi sebuah masjid. Dengan dalih bahwa format masjid akan lebih tepat menampung pelbagai kegiatan ruhani dan edukasi warga Beirut dan Muslim. Sangat disayangkan perang saudara Lebanon pecah pada tahun 1975 dan melumpuhkan semua kegiatan keagamaan zawiya.

Tahun 90-an, pasca perang saudara dan gejolak politik yang tak berkesudahan, tahun 2003 menjadi puncak latar belakang pembangunan masjid ini. Muncul dorongan untuk menguatkan kegiatan keagamaan di kalangan masyarakat dan mengangkat wajah Islam yang sempat terpecah akibat perang—juga memberi simbol Islam yang baru. Salah satunya pembangunan Masjid Muhammad al-Amin. Perdana Menteri kala itu Rafiq Hariri meletakan pondasi pertama dan mengklaim sebagai proyek pribadinya hingga ia tewas terbunuh. Selesai pada tahun 2005, namun baru diresmikan pada 2008 oleh ahli waris Rafik Hariri.

image source: batuta.com

Berdiri megah di pusat kota, di sisi barat laut ruang yang dulu dikenal sebagai Artillery Square – place des Canons kemudian beralih jadi Martyr Square. Juga tepat di sebelah gereja Maronit St. George, dan reruntuhan Sekolah Hukum Romawi.

Dulunya daerah masjid ini adalah bagian tersibuk dan paling ramai di Beirut. Pusat komersial, tempat parkir, toko, hotel, kios, kantor berita, bioskop, tempat rekreasi, pasar sayur, barisan taksi, pemberhentian trem, markas besar polisi, bank, penukaran uang, dan sekolah-sekolah terkemuka memenuhi sekitarnya.

Muhammad al-Amin adalah nama  sosok Nabi Muhammad SAW, lengkap dengan gelar beliau, al-Amin (orang yang terpercaya). Berdiri di tengah-tengah kawasan yang plural, al-Amin–sebutan singkat masyarakat Lebanon—terkonstruksi sangat detail dengan ruang bertingkat seluas 10.700 m2 yang diisi dengan hamparan permadani merah. Memang cukup kontras dengan warna dinding yang berwarna krem, namun siapapun yang memandang tidak mungkin mempermasalahkannya. Setiap sudut berdiri empat pilar menara setinggi lebih dari 72 meter dengan satu kubah biru setinggi 42 meter. Di tangan arsitek Azmi Fakhuri, menggambarkan bahwa masjid ini terinspirasi salah satu masjid kebanggaan Turki, Masjid Sultan Ahmad di Istanbul.

image source: pixtastock.com

Sebuah lampu kristal berukuran besar menggantung dengan mewah, dengan tambahan dua lampu kristal yang berukuran lebih kecil di sebelah barat dan timurnya. Dekorasi kaligrafi dan stalaktit-stalaktit berwarna biru menghiasi bagian dalam kubah. Terlihat jelas akulturasi keindahan arsitektur Haghia Sophia dari Konstantinopel dan ilustrasi estetika yang begitu detail dalam gaya Mesir Mamluk.

Pengunjung masjid akan mendapatkan kesan damai dan dapat dipastikan berlama-lama di dalamnya. Karena masjid ini bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga destinasi wisata Islami yang tidak boleh dilewatkan.

image source: hiveminer.com

Oleh:

Irfan Afendi; Studi Islam dan Sastra Arab, Daawa University, Beirut

@irfaanafendii

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *